Phylum Platyhelminthes |
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kita panjatkan kehadiran Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nya saya
masih diberi kesehatan untuk dapat menyelesaikan makalah yang berjudul tentang “ PHYLUM PLATYHELMINTHES
” ini dapat diselesaikan dengan tepat waktu.
Ucapan
terima kasih kami sampaikan kepada Bpk. Drs. Atok Miftachul Huda M.Pd selaku
dosen mata kuliah INVERTEBRATA dan kepada semua pihak yang mendukung dalam
proses pembuatan makalah ini.
Saya
menyadari bahwa makalah ini masih memiliki banyak kekurangan dan jauh dari
kesempurnaan. Oleh karna itu, kritik dan saran sangat saya harapkan untuk
pembelajaran saya ke depan. Selanjutnya, semoga makalah ini dapat menjadi bahan
pembelajaran dan bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Malang,
12 MEI 2015
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Platyhelminthes
adalah cacing daun yang umumnya bertubuh pipih. Cacing ini merupakan yang
paling sederhana diantara semua hewan simetris bilateral. Platyhelminthes
memiliki tubuh padat, lunak, dan epidermis bersilia. Cacing pipih merupakan
hewan tripoblastik yang tidak mempunyai rongga tubuh (acoelomata). Sebagian
besar cacing pipih, seperti cacing isap dan cacing pita adalah parasit. Namun,
banyak yang hidup bebas yang habitatnya di air tawar dan air laut, khususnya di
pantai berbatu dan terumbu.
Filum ini
terdiri atas 9000 spesies. Pemberian nama pada organisme ini adalah sangat
cepat. Sejumlah besar hewan ini berbentuk hampir menyerupai pita. Hewan ini
simetris bilateral dengan sisi kiri dan kanan, permukaan dorsal dan ventral dan
juga anterior dan posterior.
Cacing
parasit ini mempunyai lapisan kutikula dan silia yang hilang setelah dewasa.
Hewan ini mempunyai alat pengisap yang mungkin disertai dengan kait untuk
menempel. Cacing pipih belum mempunyai sistem peredaran darah dan sistem
pernafasan. Sedangkan sistem pencernaannya tidak sempurna, tanpa anus.
Platyhelminthes terbagi dalam 3 kelas, yaitu Kelas Turbellaria, Kelas Trematoda
dan kelas Cestoda.
1.2 Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana
ciri-ciri khusus dari Phylum Platyhelminthes?
2.
Bagaimana
ciri-ciri umum Phylum Platyhelminthes?
3.
Bagaimana
klasifikasi Phylum Platyhelminthes?
4. Bagaimana struktur dan fungsi sistem, morfologi dan
Anatomi?
1.3 Tujuan
1.
Untuk mengetahui
ciri-ciri khusus Phylum Platyhelminthes.
2.
Untuk mengetahui
ciri-ciri umum Phylum Platyhelminthes.
3.
Untuk mengetahui
klasifikasi Phylum Platyhelminthes.
4.
Untuk mengetahui
struktur dan fungsi sistem, morfologi dan anatomi.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Ciri-ciri Khusus
Phylum Platyhelminthes
- Tubuh tidak
memiliki rongga tubuh yang sebenarnya (acoleomata).
- Saluran
pencernaan makanan belum sempurna bahkan ada sementara anggota yang tidak
bersaluran pencernaan.
- Alat kelaminnya masih belum terpisah
(hermaprodite).
2.2 Ciri-ciri
Umum Phylum Platyhelminthes
- Tubuh
bilateral simetris dan tidak bersegmen.
- Arah tubuh
sudah jelas yaitu mempunyai arah anterior dan posterior serta arah dorsal
dan ventral.
- Lapisan tubuh bersifat triploblastis
yaitu lapisan ektodermis, lapisan mesodermis dan lapisan endodermis.
- Epidermis lunak dan bersilia atau
tertutup oleh cuticula dan dengan alat penghisap atau kait untuk
melekatkan diri pada hospes.
- Tidak memiliki skeleton, sistem
cardiovasculer, alat respirasi.
- Sudah memiliki susunan saraf yang
bersifat tangga tali yang membentang dari arah anterior ke posterior.
- Tubuhnya sudah dilengkapi dengan
gonad yang telah mempunyai saluran tetap dan juga alat kopulasi yang
khusus.
2.3 Klasifikasi
Phylum Platyhelminthes
2.3.1.
Karakteristik
Platyhelminthes berasal dari kata platy yang artinya pipih dan
helmins yang artinya cacing atau cacing pipih adalah kelompok hewan yang
struktur tubuhnya sudah lebih maju dibandingkan Porifera dan Coelenterata. Hal
ini dapat dilihat dengan tanda-tanda berikut: tubuh bilateral simetris, arah
tubuh sudah jelas yaitu arah anterior-posterior dan arah dorsal-ventral. Tubuh
Platyhelminthes memiliki tiga lapisan sel (triploblastik) yaitu ektoderm yang
akan berkembang menjadi kulit,
mesoderm yang akan berkembang menjadi otot-otot dan beberapa organ tubuh dan
endoderm yang akan berkembang menjadi alat pencernaan makanan. Tetapi, kelompok
hewan ini masih tetap tergolong tingkat rendah, mengingat tubuh tidak mempunyai
rongga tubuh yang sebenarnya (coelom), saluran pencernaan makanan belum sempurna,
bahkan ada sementara anggota yang tidak bersaluran pencernaan, alat kelaminnya
masih belum terpisah (hermaphrodit).
Platyhelminthes memiliki tubuh pipih, lunak dan epidermis
bersilia. Cacing pipih ini merupakan hewan tripoblastik yang tidak mempunyai
rongga tubuh (acoelomata). Biasanya hidup di air tawar, air laut dan tanah
lembab. Ada pula yang hidup sebagai parasit pada hewan dan manusia. Cacing
parasit ini mempunyai lapisan kutikula dan silia yang hilang setelah dewasa.
Hewan ini mempunyai alat pengisap yang mungkin disertai dengan kait untuk
menempel.
Cacing pipih belum mempunyai sistem peredaran darah dan sistem
pernafasan. Sedangkan sistem pencernaannya tidak sempurna, tanpa anus. Contoh
Platyhelmintes adalah Planaria. Planaria mempunyai sistem pencernaan yang
terdiri dari mulut, faring, usus (intestine) yang bercabang 3 yakni satu cabang
ke arah anterior dan 2 cabang lagi bagian samping tubuh. Percabangan ini
berfungsi untuk peredaran bahan makanan dan memperluas bidang penguapan.
Planaria tidak memiliki anus pada saluran pencernaan makanan sehingga buangan
yang tidak tercerna dikeluarkan melalui mulut.
Filum Platyhelminthes terdiri dari sekitar 13.000 species, terbagi
menjadi tiga kelas; dua yang bersifat parasit dan satu hidup bebas. Planaria dan
kerabatnya dikelompokkan sebagai kelas Turbellaria. Cacing kait adalah parasit
eksternal atau internal dari kelas Trematoda. Cacing pita adalah parasit
internal dari kelas Cestoda.
2.3.2.
Kelas
Turbellaria
Hampir semua anggota Turbellaria hidup
secara bebas, hanya ada beberapa saja yang hidup secara ektokomensalis atau
secara parasitis. Tubuh cacing Turbellaria tidak terbagi atas segmen-segmen,
bagian luarnya ditutupi oleh epidermis yang berinsitium sebagian daripadanya
dilengkapi dengan sel-sel yang menghasilkan zat mucosa.
Contoh: Planaria sp.
Cacing ini dipakai sebagai contoh karena pada umumnya
mewakili anggota kelas Turbellaria.
1.
Habitat
Hidup bebas di perairan air tawar yang
jernih dan tidak mengalir, biasanya berlindung di tempat-tempat yang
teduh.
2. Struktur Tubuh
Tubuh pipih dorsoventral, bagian kepala berbentuk
segitiga dengan tonjolan yang menyerupai telinga, yang biasa disebut aurikel,
bagian ekor meruncing. Panjang tubuh sekitar 5-25mm, bagian tubuh sebelah
dorsal warnanya lebih gelap daripada warna tubuh sebelah ventral. Di
tengah-tengah bagian dorsal kepalanya terdapat bintik mata (berfungsi untuk
membedakan gelap dan terang). Dekat pertengahan tubuh bagian ventral agak ke
arah ekor terdapat lubang mulut. Lubang mulut berhubungan dengan
kerongkongan yang dindingnya dilengkapi dengan otot daging sirkular dan
longitudinal. Kerongkongan dapat ditarik dan dijulurkan. Dalam posisi menjulur,
kerongkongan tersebut mirip belalai. Di sepanjang pinggiran tubuh bagian
ventral terdapat “zona adesif” yang menghasilkan lendir liat yang berfungsi
untuk melekatkan diri ke permukaan yang ditempelinya. Di permukaan ventral
ditutupi oleh rambut-rambut getar halus.
Dinding tubuh Planaria pada prinsipnya
tersusun atas 4 lapisan jaringan, yaitu secara berturut-turut dari luar ke
dalam sebagai berikut: (1) lapisan epidermis, (2) lapisan kelenjar
sub-epidermis, (3) lapisan otot (musculus), (4) lapisan mesenchym (parenchyma).
3.
Sistem Pencernaan Makanan
Saluran pencernaan terdiri atas mulut,
faring, esofagus, dan usus halus (intestin). Lubang mulut dilanjutkan oleh
kantung yang berbentuk silindris memanjang dan disebut rongga mulut (rongga faringeal).
Esophagus merupakan persambungan dari faring yang langsung bermuara ke dalam
usus. Usus bercabang tiga, satu menuju ke anterior, sedangkan yang kedua
lagi secara berjajar sebelah menyebelah menuju ke arah posterior.
Masing-masing cabang bercabang lagi ke arah lateral. Percabangan ke arah
lateral disebut “devertikulata”. Planaria sebagian besar bersifat karnivora.
Planaria memiliki kemoreseptor (terletak di kiri-kanan bagian anterior),
sehingga memungkinkan cacing ini bereaksi terhadap zat makanannya yang
berupa rangsangan zat protein. Jika mangsa telah disentuh, ujung anterior
membelok dengan cepat ke arah mangsanya dan kemudian melingkarinya. Dengan
lendir yang diekskresikan oleh kelenjar mukosa dan “rhabdibes” mangsa dapat
diikat erat. Kemudian faring ditonjolkan keluar untuk mengambil mangsa dan
segera ditarik kembali ke dalam rongga mulut.
Makanan dicerna secara ekstrasel, kemudian
sel-sel tertentu pada epitel usus dapat membentuk pseudopodia dan mencerna
mangsanya di dalam vakuola makanan ( pencernaan intrasel). Sari-sari makanan
diabsorpsi dan secara difusi masuk ke seluruh jaringan tubuh. Sisa-sisa makanan
yang tidak dicerna dikeluarkan kembali ke usus. Bilamana persediaan makanan
telah habis, ia akan memakan tubuhnya sendiri. Pertama ia akan mengorbankan
organ reprodukstif, kemudian sel-sel parenkim, otot, dan seterusnya. Sehingga
tubuhnya berukuran kecil. Ketika ia mendapatkan makanan, ia melakukan
regenerasi pada masing-masing sel yang rusak.
4. Sistem Ekskresi
Sistem ekskresi terdiri dari dua saluran
longitudinal yang berbentuk seperti jala dan bercabang ke seluruh bagian tubuh
dan berakhir di sel api (protonephridia). Sel api adalah sel berbentuk
gelembung berisi seberkas silia dan terdapat lubang di bagian tengah gelembung
itu. Sel api ini berfungsi baik untuk ekskresi maupun pengaturan osmosis..sel
api berlubang dan mengandung silia yang berfungsi untuk mendorong air dan
sisa metabolisme masuk ke dalam saluran ekskresi. Pada masing-masing sisi tubuh
Biasanya terdapat 1-4 buah pembuluh pengumpul yang membentang longitudinal. Di
bagian anterior pembuluh-pembuluh sisi longitudinal tersebut mengadakan
pertemuan, dihubungkan oleh pembuluh transversal sedikit agak di depan bintik
mata. Di bagian posterior pembuluh-pembuluh sisi tersebut masih terpisah. Di
bagian permukaan dorsal daripada tubuhnya, pembuluh-pembuluh sisi tersebut
bermuara pada suatu pori-pori yang disebut nephridiophor. Pada permukaan dorsal
saluran induk mempunyai lubang ekskresi. Pengeluaran sisa metabolism
berlangsung selain melalui saluran ekskresi juga melalui lapisan gastrodermis.
Belum mempunyai organ respirasi sehingga
pertukaran gas berlangsung secara difusi melalui seluruh permukaan tubuhnya.
5.
Sistem Syaraf
Susunan syaraf Planaria bila dibandingkan
dengan susunan syaraf Coelenterata sudah lebih maju, sebab pada Planaria ini
sudah ditemukan sejumlah ganglion yang berfungsi sebagai pusat susunan syaraf.
Terdiri dari ganglion serebral, terletak di bagian kepala dan berfungsi sebagai
otak. Dari ganglion serebral ini keluarlah cabang-cabang urat syaraf secara
radier menuju ke arah lateral, anterior dan posterior. Cabang anterior menuju
ke bagian bintik mata, cabang lateral menuju ke alat indra kemoreseptor
sedangkan cabang posterior terdiri dari satu pasang (kanan dan kiri) yang
saling bersejajar yang membentang di bagian ventral tubuh yang disebut tali
syaraf.
6.
Alat Indera
Alat indera berupa bintik mata dan indera
aurikel yang keduanya terletak di bagian kepala. Bintik mata merupakan titik
hitam yang terletak di bagian dorsal dari kepala. Masing-masing bintik
mata terdiri dari sel-sel pigmen yang tersusun dalam bentuk mangkok yang
dilengkapi dengan sel-sel syaraf sensoris yang sangat sensitif terhadap sinar.
Bintik mata tersebut sekedar dapat membedakan gelap dan terang saja.
Planaria bersifat photonegatif. Dari
kenyataan bahwa bila Planaria dikenai cahaya pada salah satu sisinya, maka
cacing tersebut akan bergerak menjauhi cahaya. Aurikel merupakan indera rasa,
bau dan sentuhan. Jika aurikel tidak berfungsi, maka hewan tersebut tidak dapat
mengetahui jenis makanan kesukaannya.
7.
Sistem Reproduksi
Planaria bersifat hermaphrodit, maka dalam
tubuh seekor hewan tersebut terdapat alat kelamin jantan dan alat kelamin
betina. Adapun susunan alat kelamin tersebut adalah sebagai berikut:
a) Organ kelamin jantan terdiri atas:
1. Testis (berjumlah ratusan, berbentuk bulat selebar di
sepanjang sisi kedua tubuh).
2. Vasa eferensia (merupakan pembuluh yang menghubungkan
testis dengan bagian pembuluh lainnya yang lebih besar).
3. Vasa deferensia (merupakan pembuluh yang berjumlah dua
buah yang masing-masing membentang di setiap sisi tubuh yang kedua-duanya
saling bertemu dan bermuara ke dalam suatu kantung yang disebut vesiculus
seminalis.
4. Vesicular seminalis (merupakan kantung yang berfungsi
menampung sperma dan menyalurkan sperma ke penis.
5. Penis, merupakan alat pentransfer ke tubuh atau kea
lat kelamin Planaria yang lain pada waktu mengadakan kopulasi dalam rangka
mengadakan perkawinan silang. Penis ini bermuara ke dalam ruang genetalis.
6. Ruang genetalis (yang waktu kopulasi menjulur keluar
melalui poros genitalis.
b) Organ kelamin betina terdiri atas :
- Ovari
berjumlah dua buah, berbentuk bulat terletak di bagian anterior tubuh.
- Oviduct
(saluran telur) dari setiap ovarium akan membentang ke arah posterior
sebuah saluran yang disebut oviduct atau aliran telur. Antara
saluran telur kanan dan kiri saling bersejajar yang saling dilengkapi
dengan kelenjar yang menghasilkan kuning telur.
- Kelenjar
kuning telur, menghasilkan kuning telur yang akan disediakan bagi sel telur
bila telah diproduksi oleh ovarium.
- Vagina,
merupakan saluran yang berfungsi untuk menerima transfer spermatozoid dari
Planaria lain, dimana spermatozoid yang telah ditransfer selanjutnya akan
disimpan dalam ruangan yang disebut receptaculus seminalis.
- Uterus
(receptaculus seminalis) merupakan ruangan yang bentuknya menggelembung
yang berfungsi untuk menyimpan spermatozoid hasil transfer dari Planaria
lain.
- Genital
atrium (ruang genitalis) merupakan muara bersama antara kedua buah saluran
telur (oviduct) yang telah disebut di atas. Planaria berkembangbiak dengan
cara seksual maupun aseksual.
8. Regenerasi
Daya generasinya sangat tinggi, bila hewan
ini dipotong-potong maka bagian yang hilang akan tumbuh kembali dan menjadi
individu yang utuh seperti semula.
2.3.3.
Kelas
Trematoda
Boleh dikatakan bahwa hampir semua anggota
trematoda ini bersifat parasit terhadap hewan Vertebrata, baik secara ekto
maupun endoparasit. Tubuh tertutup oleh suatu tegument yang Biasanya licin,
tetapi kadang berduri. Hampir semua species memiliki satu atau lebih batil
hisap. Tubuh tidak dilengkapi dengan epidermis maupun silia kecuali fase
larvanya. Tubuh berbentuk seperti daun, dan dilengkapi dengan alat pengisap.
Bagian luar tubuh dilapisi kutikula. Daur hidupnya ada yang secara langsung dan
ada pula yang memerlukan dua atau lebih hospes, salah satu hospesnya ialah
siput. Di dalam hospes Vertebrata, cacing daun dewasa hidup di dalam saluran
pencernaan, di dalam saluran-saluran yang berhubungan dengan saluran
pencernaan, di dalam darah, paru-paru, kantung empedu, kantung kencing, dan
oviduk atau di dalam hampir semua organ tubuh. Biasanya parasit tersebut berada
terbatas dalam lumen dalam selaput lendir dan jaringan-jaringan selaput lendir
dan epitel.
Pembuahan sendiri dan pembuahan silang
dapat terjadi pada trematoda. Galur-galur yang mengalami pembuahan sendiri
kemungkinan merupakan penyesuaian diri terhadap lingkungan khusus dimana
terdapat sedikit siput, atau dimana terdapat kesulitan untuk dapat kontak
dengan siput misalnya, di dalam air arus deras.
Contoh: Fasciola hepatica (cacing
hati)
Gambar Fasciola hepatica (cacing
hati)
1.
Struktur Tubuh
Ukuran tubuh antara 8-13mm, bentuknya
pipih (seperti daun), susunan tubuhnya tripoblastik.
a.
Lapisan ektoderm (tipis,
mengandung sisik kitin dan sel-sel tunggal kelenjar, dilapisi kutikula yang
berfungsi melindungi jaringan di bawahnya dan cairan hospes).
b.
Lapisan endoderm
(mengandung sisik chitine dan sel-sel tunggal kelenjar. Ektoderm melapisi
saluran pencernaan).
c.
Lapisan mesoderm
(merupakan jaringan yang membentuk otot, alat ekskresi dan saluran reproduksi).
Di samping itu terdapat jaringan parenkim
yang mengisi rongga antara dinding tubuh dengan saluran pencernaan.
Di dalam jaringan itu terdapat bermacam-macam organ misalnya, alat reproduksi.
Di sekitar mulut terdapat alat hisap (berfungsi sebagai alat penempel pada
hospes). Alat hisap dilengkapi dengan otot-otot yang tersusun atas tiga lapisan
yaitu:
a. Lapisan luar melingkar
b. Lapisan tengah longitudinal
c. Lapisan dalam diagonal
2.
Sistem Pencernaan Makanan
Sistem pencernaan makanan sederhana.
Saluran pencernaan terdiri atas: mulut, faring (saluran pendek)
esophagus, usus (terdiri dari dua cabang utama yang menjulur dari anterior ke
posterior sebelah-menyebelah dalam tubuh). Selanjutnya cabang utama itu akan
bercabang lagi (cabang tersebut disebut divertikulum, seperti pada Planaria).
Tidak memiliki sistem sirkulasi, maka bahan makanan diedarkan oleh saluran
pencernaan makanan itu sendiri.
3. Sistem Ekskresi
Yang khas pada semua cacing pipih, sistem
protonefridial yang terdiri atas flame cells (flame bulbs) dihubungkan oleh
tubulus yang bersatu menjadi duktus yang lebih besar bermuara secara bebas
keluar tubuh atau bergabung dahulu menjadi suatu kandung kencing yang bermuara
pada atau dekat ujung posterior cacing. Flame cells atau duktus tidak hanya
berfungsi untuk ekskresi, tetapi juga untuk pengaturan air dan barangkali untuk
menjaga agar cairan tubuh selalu bergerak. Duktus-duktus atau tubulus-tubulus
mengandung tonjolan-tonjolan kecil seperti jari, yang diduga membantu
reabsorpsi dengan peningkatan daerah permukaan internal.
4.
Sistem Syaraf
Sistem syarafnya sama dengan sistem syaraf pada Planaria.
5.
Sistem Reproduksi
Alat reproduksi jantan dan betina terdapat
pada tiap-tiap hewan dewasa. Alat kelamin jantan terdiri atas: (1) sepasang
testis sebagai pabrik sperma, (2) dua pembuluh vasa deferensia sebagai penyalur
sperma dari testis, (3) kantung vesiculum seminalis (4) saluran ejakulasi yang
berakhir pada alat kopulasi (5) penis.
Alat reproduksi betina terdiri atas: (1)
saluran tunggal ovarium yang memproduksi telur, (2) saluran oviduct yang
menyalurkan telur ke ovari, (3) kelenjar pembungkus ovum yang dimana (4)
saluran vetelline atau saluran yolk yang menyalurkan globuli yolk yang berasal
dari (5) kelenjar yolk atau kelenjar vetelin. Setelah kelenjar pembungkus
melengkapi kulit chitine, selanjutnya telur masuk ke dalam (6) pembungkus yang
disebut uterus.
Fasciola hepatica bersifat hermaprodit, dari setiap individu dapat
menghasilkan ratusan ribu telur, telur tersebut dikeluarkan ke usus dan keluar
bersama-sama dengan feses. Telur bila sampai pada tempat yang baik (basah) akan
menetas menjadi miracidium. Miracidium ini bergerak dengan silianya ke siput
Lymnea dan masuk ke dalam tubuh siput (miracidium di luar tubuh siput tahan
hidup selama 8 jam). Mirasidium keluar dari telur di dalam usus siput.
Berhubung siput senang makan tinja, maka terdapat kesempatan luas untuk
tertelannya telur cacing ke dalam usus siput. Miracidium setelah dua
minggu di dalam tubuh siput akan menjadi sporocyst yang menghasilkan
redia-redia yang mempunyai sebuah batil hisap yang telah berkembang sempurna
dan sebuah usus embrionik. Sebagian besar jaringan internal bersifat germinal,
dan di dalam redia akan dihasilkan cercaria-cercaria . Cercaria yang masak
mempunyai dua batil hisap, usus yang bercabang dan mempunyai alat gerak
semacam ekor untuk menempel pada tumbuhan air/tumbuhan darat dekat dengan
tempat berair dalam bentuk metacercaria (mengkista). Selain itu mereka juga
memiliki berbagai macam sel-sel kelenjar, termasuk sel-sel penembus dan
sitogenik. Sel sitogenik tersebut berperanan di dalam pembentukan dinding sista
metacercaria. Seperti mirasidia, cercaria mungkin juga mempunyai bintik-bintik
mata atau fotoreseptor yang mengandung sel-sel sensoris dan sel-sel berisi
pigmen. Metacercaria yang mengkista dapat termakan oleh ternak dan akan menjadi
Fasciola hepatica dewasa yang menetap di dalam hati.
Tahap perkembangan larva
Fasciola hepatica
2.3.4.
Kelas
Cestoda (Cacing Pita)
Seluruh anggota kelas ini bersifat
endoparasit. Tubuh tidak dilengkapi dengan epidermis maupun silia. Tubuh
seperti pita dan pada umumnya terbagi atas segmen-segmen. Setiap segmennya
dilengkapi dengan satu perangkat alat reproduksi yang
hermaphrodit.
Contoh: Taenia solium,
Taenia saginata, Taenia pisiformis, Echinococcus Granulosus.
Gambar Taenia Solium
1. Struktur Tubuh
Taenia merupakan cacing yang sangat
Panjang yang terdiri atas: sebuah kepala bulat yang disebut scolex, sejumlah
ruas yang sama yang disebut proglottida. Pada kepala terdapat alat hisap dan
jenis Taenia solium mempunyai kait (rostellum). Di belakang scolex terdapat
leher kecil yang selalu tumbuh yang akan menghasilkan proglottida baru yang
mula-mula kecil tumbuh menjadi besar. Panjang tubuh cacing pita mencapai 2 meter.
Proglottida yang paling akhir merupakan proglottida yang paling tua yang selalu
melepaskan diri. Dalam proglottida tua terdapat sejumlah telur.
2. Sistem Pencernaan Makanan
Tubuh cacing pita disesuaikan dengan
kehidupan parasit. Tidak mempunyai alat pencernaan makanan, karena langsung
menghisap zat makanan pada hospesnya.
3. Sistem Ekskresi
Saluran ekskresi memanjang dengan
cabang-cabang yang berakhir dengan sel api.
4. Sistem Syaraf
Sistem syaraf seperti pada Planaria dan
cacing hati, tapi tidak begitu berkembang baik.
5. Sistem Reproduksi
Proglottida yang masak mengandung alat
reproduksi jantan yaitu: (1) testis yang menghasilkan spermatozoa, (2) vasa
deferensia yang membawa ke (3) lubang genital. Alat reproduksi betina yaitu:
(1) ovari yang menghasilkan sel telur, (2) oviduct yang merupakan penyalur sel
telur, (3) kelenjar yolk (kuning telur yang membungkus sel telur), (4) kelenjar
pembungkus yang membungkus telur dan seterusnya masuk ke (5) uterus. Di dalam
uterus itulah akan terjadi fertilisasi atau pembuahan dengan spermatozoa,
yang mungkin datang dari proglottida yang sama. Setelah itu turun ke vagina.
Proglottida yang telah masak dan tua yang banyak mengandung sel telur yang
telah dibuahi akan lepas dan keluar bersama-sama dengan feses hospes. Telur
yang mengandung embrio yang termakan oleh babi akan tumbuh menjadi larva yang
melobangi dinding usus terus mengikuti aliran darah menetap di daging menjadi
kista, yang selanjutnya menjadi Cysticercus. Bila daging tersebut dimakan masih
mentah, maka Cysticercus menjadi daging dewasa di dalam usus hospes baru.
Siklus hidup Taenia solium
2.3.5.
Sistematik
Phylum Platyhelminthes
terbagi atas:
Kelas 1
|
Turbellaria, hidup
bebas, tubuhnya tidak terbagi-bagi, epidermis bersilia, terdapat
batang-batang rhabdites, terdapat banyak kelenjar mucosa, Biasanya berpigmen,
beberapa species berwarna putih seperti berlian, biasanya bermulut dan
berusus (kecuali Acoela) di daerah ventral tidak memiliki alat hisap, dan
kadang-kadang berkembangbiak secara aseksual.
|
Ordo 1
|
Acoelida, Panjang
tubuh 1-4mm memiliki mulut dan pharynx, tapi tidak berusus, memiliki
protonephridia, oviduct dan gonad jelas, hidup di dalam air laut, contoh:
Convoluta, Aniphiscolops, terdapat pada ganggang sargossum Ectocotyla.
|
Ordo 2
|
Rhabdocoelida
|
Ordo 3
|
Alloecoelida
|
Ordo 4
|
Tricladida, biasanya
kecil, mulut terdapat di tengah ventral dengan proboscis, saluran pencernaan
bercabang 3 buah, contoh: Planaria (Dugesia), berpigmen: Protocotyla,
Dendrocoelum, berwarna putih seperti air susu, ketiga cacing tersebut hidup
di air tawar, Bipalium sering terdapat di dalam rumah kaca, Goeplana terdapat
di dalam tanah.
|
Ordo 5
|
Polycladida, kecil
mencapai panjang 150mm biasanya kurus dan oval, bermata banyak, saluran
pencernaan makanan bercabang tidak teratur, terdapat dalam perairan laut
terbuka, contoh: Notoplana, Leptoplana, Planocera, Stylochus, sering makan
kerang mutiara.
|
Kelas 2
|
Trematoda, tubuh tidak
terbagi, terbungkus oleh kutikula (tidak memiliki epidermis dan silia),
memiliki satu atau lebih alat hisap untuk menempel. Mulut biasanya terdapat
di muka dan ususnya bercabang dua, memiliki satu ovarium, dan semuanya
parasit.
|
Ordo 1
|
Monogenea
(Hetrocotylae), alat hisap bagian mulut lemah atau tidak ada, akhir bagian
posterior berakhir dengan cakram mudah merekat, biasanya memiliki kait,
terdapat 2 lubang ekskresi yang terletak sebelah anterior dari bagian dorsal.
Jumlah telur sedikit, larva bersilia tidak memiliki hospes intermedier,
terutama sebagai parasit ektoparasit Vertebrata berdarah dingin, terutama
pada Cephaloda dan Crustaceae, contoh: Gyrodacylus, terdapat pada insang ikan
air tawar, Polystoma, larva terdapat pada insang berudu, sedangkan yang
dewasa terdapat pada kandung kemih katak, dan lain-lain.
|
Ordo 2
|
Aspidocotylae
(Apidogastrea), tidak memiliki alat hisap oral atau alat untuk melekat
lainnya, pada daerah ventral terdapat alat hisap besar atau bahan untuk alat
hisap. Lubang ekskresi 1 yang terletak pada bagian posterior, endoparasit
pada satu hospes, contoh: Aspidogaster, terdapat pada pericardial pada
Unionidae (kerang air tawar) dan lain-lain.
|
Ordo 3
|
Digenea, mempunyai dua
buah alat hisap di sekitar mulut, dan sebuah lainnya di daerah ventral, tidak
memiliki kait, lubang ekskresi satu pada lubang posterior, uterus panjang,
telur banyak, mempunyai satu fase larva yang dihasilkan oleh hospes
intermediary sebelum mengalami metamorphosis menjadi dewasa. Terutama sebagai
endoparasit, larva terdapat di dalam Molusca, Crustaceae, ikan. Hewan dewasa
terdapat pada Vertebrata: Fasciola, Fasciolopsis, Clonorchis, Schistosoma.
|
Kelas 3
|
Cestoidea (Cestoda),
tubuh tertutup oleh kutikula, tidak memiliki epidermis atau silia, tidak
berpigmen, tidak mempunyai alat pencernaan, tidak berindra perasa pada cacing
dewasa, biasanya bagian anterior merupakan scolex yang dapat melekat dengan
lekukan perekat (bothria), atau alat hisap lainnya, tubuh tersusun atas
proglottida, masing-masing berisi alat reproduksi dan semuanya endoparasit.
|
Subkelas
|
Cestodaria, tubuh
tidak terbagi-bagi, tidak berscolex, larva memiliki sepuluh kait, contoh:
Amphilina, terdapat dalam coelom ikan.
|
Subkelas
|
Euscestoda, tubuh
panjang seperti pita, scolex memiliki alat hisap, embrio memiliki enam kait.
|
Ordo 1
|
Proteocephalide,
cacing pita kecil, scolex denagan 4 alat penghisap, vitellaria sebagai pita
samping, parasit pada ikan, amphibi, dan reptil.
|
Ordo 2
|
Tetraphyllida (Phylobothrioidea)
scolex memiliki empat bothria, dan sering memiliki kait, contoh:
Phyllobothrium yang terdapat pada ikatan Elasmobranhii. Atau kelenjar,
contoh: Proteocophalus, parasit pada ikan tawar, Amphibia dan Reptil.
|
Ordo 3
|
Disculieptidea, hanya
satu species yang dikenal dari ikan elasmobranch, scolex hanya satu dan
tersebar dibagian anterior, siklus hidupnya belum diketahui.
|
Ordo 4
|
Lecanicephalidea,
variabel scolex pada bagian anterior dan posterior dilengkapi oleh 4 alat
penghisap, parasit pada ikan elasmobranch.
|
Ordo 5
|
Pseudophyllida, scolex
tidak begitu jelas, memiliki bothria 2 sampai 6, beberapa tidak mempunyai
perekat, contoh: Triaenophorus, larvanya terdapat pada Copepoda, yang dewasa
terdapat pada ikan tawar. Dicothriocephalus latus, merupakan cacing pita ikan
dan manusia.
|
Ordo 6
|
Trypanorhynchida
(Tetrarhynchoida), scolexnya terdiri dari 2 atau 4 bothria dan 4
rectractile, proboscides berduri dan tubuhnya memanjang. Porialat kelaminnya
terletak di pinggir. Ketika dalam kondisi larva merupakan parasit pada ikan
teleoste dan setelah dewasa menjadi parasit pada ikan elasmobranch.
|
Ordo 7
|
Taenida
(Cyclophyllidea), mempunyai alat hisap yang dalam dan sering memiliki kait
pada ujung kepala. Lubang seks terbuka sebelah lateral, proglottida bersambung
satu sama lain agak bebas, pada saat telah masak akan dibebaskan. Dalam ordo
ini terdapat cacing-cacing pita yang parasit pada Vertebrata dan manusia,
contoh: Diphylidium, Echinococcus, Hymenolepsis, Moniezia dan Taenia
|
Ordo 8
|
Apollidea, berscolex dengan
empat alat hisap, memiliki kait atau rostellum, tidak memiliki kuning telur,
saluran seks atau lubang ada, contoh: Gastrotaenia yang terdapat pada angsa
|
Ordo 9
|
Nippothaeniida,
Scolexnya memiliki 1 alat hisap di bagian anterior, punya beberapa proglotid
dan parasit pada ikan di Jepang dan Rusia
|
Ordo 10
|
Caryphylidea,
bentuknya tidak bersegmen, parasit pada pisces dan oligocaetae, berkembang
dengan reproduksi seksual, procercoid saat larva dan hanya memiliki beberapa
spesies.
|
Ordo 11
|
Spatheathridea, variabel
scolex tidak punya proglotid eksternal dan parasit pada ikan yang
hendakbertelur dan ikan laut.
|
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Filum Platyhelminthes berasal dari kata
Platy yang berarti pipih dan helminthes yang berarti cacing. Jadi berarti
cacing bertubuh pipih. Tubuh pipih dorsoventral tidak berbuku-buku, simetris
bilateral, serta dapat dibedakan antara ujung anterior dan posterior. Struktur
tubuh Filum Platyhelminthes adalah semua anggota filum ini berbentuk simetris
bilateral dan memiliki bagian kepala dan terbagi menjadi tiga klasifikasi,
yaitu Kelas Turbellaria, Kelas Trematoda, dan Kelas Cestoda. Filum
Platyhelminthes Selain menjadi sumber penyakit, dia juga memiliki peran untuk
manusia memiliki peran terhadap manusia seperti Planaria menjadi salah satu
makanan bagi organisme lain cacing hati maupun cacing pita merupakan parasit
pada manusia dan hewan.
3.2 Saran
Bagi kita dan generasi akan datang sudah
sepatutnya untuk memelihara menjaga dan melestarikan kenanekaragaman hewan yang
ada di negara kita dan khususnya di lingkungan kita.
Kepada para pembaca kalau ingin lebih
mengetahui tentang bahasan ini bisa membaca buku atau majalah-majalah yang
memuat tentang Filum Platyhelminthes.
DAFTAR PUSTAKA
Kimbal, John. 1983. Biologi
Jilid 3. Erlangga: Jakarta
Rusyana, Adun. 2011.
Zoologi Invertebrata. Alfabeta: Ciamis
Winita, R., Mulyati, dan
Astuty, H. 2012. Upaya Pemberantasan Kecacingan di Sekolah Dasar. Jurnal Makara, Kesehatan. Volume 16 (2):
65-71
Dharmawan, N. S., dkk.
2013. Sosialisasi Penyakit Cacing Pita Daging Babi dan Beberasan pada
Masyarakat di Desa Binaan UNUD, Desa Tianyar Barat, Karangasem. Jurnal Udayana Mengabdi. Volume 12 (1):
23-26